Pages

Review Sweet Edelweis By Nita Trismaya



Judul                           :  Sweet Edelweis
Penulis                         :  Nita Trismaya
Editor                          :  Jenny Jusuf
Desain sampul             :  Christiany Tjipto (Kama Art)
Ilustrasi                       :  Nuraini Farida
Penerbit                       :  Crafty Publishing
Terbit                           :  September 2010
Tebal                           :  vi + 329 hlm
ISBN                           :  978-979-19409-1-7





Synopsis :

“Elo mau jadi pecinta alam kayak Davin? Gila aja lo!”

“Tapi gue harus ngebuktiin ke dia kalo gue bisa!”

“Dasar kepala batu!”

“Bodo amat!”

“Emangnya kalo elo jadi pendaki gunung, trus bisa ngubah semuanya?”

Lana masih berusaha mencegah niat sinting sobatnya.

“Iya.” Arin tersenyum mantap. Penuh tekad.

Arin bukanlah petualang alam bebas yang senang menantang bahaya. Dia hanya seorang cewek yang terbiasa hidup nyaman.

Sampai suatu hati dia memutuskan untuk menjadi pendaki gunung demi meraih kembali cintanya yang hilang.

***

Arin. Gadis remaja yang baru saja merasakan sakit hati. Gadis yag supel, ceria, apa adanya dan gampang bergaul. Menjadikannya sosok yang dinanti seseorang.

Anna. Kakak perempuan Arin. Merupakan gadis yang cantik dan lembut. Dia merupakan primadona di jurusannya dan mungkin juga kampus.

Keenan. Salah satu anak pecinta alam yang doyan mendaki gunung. Mimpinya adalah bisa mendaki puncak tujuh gunung tertinggi di dunia.

***

Cerita ini berawal dari drama singkat putusnya Davin dan Arin. Davin yang seorang anak pecinta alam dan sangat suka mendaki gunung beberapa hari ini bersikap lain di dekat Arin. Ia mengabaikan gadis itu tanpa alasan. Dan saat Arin menunggunya di kafe, Davin yang datang terlambat sama sekali tidak meminta maaf. Bahkan janjinya untuk makan bersama Arin ia lupakan dan membuat gadis itu itu sendiri tidak makan. Barulah saat Arin menyatakan bahwa kelakuan Davin berubah, laki-laki itu mengucapkan kata putus.

Dengan santainya Davin mengungkapkan bahwa memang benar ia sudah berpacaran dengan gadis yang hobinya sama dengannya, yaitu pecinta alam. Ia bahkan sama sekali tidak memikirkan perasaan Arin saat mengatakan hal itu. Arin geram dan menyemburkan air ke wajah Davin yang membuat laki-laki itu berlalu dari ruangan sambil mengumpat.

Setelah drama singkat itu, Arin selalu saja memikirkan tentang hal-hal yang akan dilakukan Davin dan pacar barunya. Mereka pasti banyak menghabiskan waktu bersama karena hobi mereka yang sama. Anna, kakak Arin menyadari kekalutan adiknya dan berusaha untuk menghibur Arin tanpa memperlihatkan bahwa ia tahu segalanya. Ia menghadiahkan seekor anak kelinci pada Arin yang disambut antusias gadis itu. Anna sendiri melakukan itu karena sebuah modus. Modus untuk mendekati sang empunya kelinci itu, Keenan. Tapi toh, ia melakukan hal itu dan mendapatkan dua hal sekaligus.

Setelah kejadian kelinci itu, Keenan yang memang mendapat undangan terbuka dari Anna untuk mampir ke rumahnya, memutuskan untuk mengiyakan undangan itu. Ia ke rumah Anna dan mendapati Arin tengah bermain dengan kelinci barunya. Ia suka memandangi gadis itu, kepolosan dan kejujuran gadis itu membuat Keenan merasa nyaman. Walaupun di awal, Arin sudah menunjukkan sikap tidak sukanya pada Keenan. Tapi pada saat ia kembali bertemu dengan Keenan di toko yang menjual perlengkapan mendaki, ia paksa tunduk atas instruksi laki-laki itu.

Ketahuan bahwa ia berniat mendaki, Arin meminta wejangan pada Keenan yang memang sudah biasa melakukan rutinitasnya itu. Arin yang umumnya hidup serba easy mendadak harus merasakan hidup yang susah. Ia harus naik angkot, metromini, lari keliling lapangan dan kegiatan lainnya yang mendukung untuk seorang pendaki bisa bertahan di medan pendakian dan juga cuaca yang ekstrim.

Hingga misi pembuktian Arin bahwa dia bukan hanya gadis manja yang tidak bisa naik gunung terlaksana. Mereka – Keenan, Sukun, Andi, Bimo dan Arin memilih gunung Gede sebagai tantangan pertama Arin.

Seperti kebanyakan pendaki pemula lainnya, Arin merasa sedikit kewalahan. Bahkan Bimo sendiri dengan ranselnya yang super berat mulai tampak pucat dan lelah. Ditambah keluh kesah kekasihnya yang tidak ada habis-habisnya. Tantangan demi tantangan mereka lewati hingga kemudian bisa mendaki punca gunung Gede dengan hamparan bunga Edelweis yang membetang di sepanjang sisi pegunungan. Bunga yang melambangkan cinta abadi yang penuh dengan perjuangan. Arin berhasil mendaki puncak pertamanya dan ia cukup bangga karena itu.

Tapi, saat ia bertemu dengan Davin dan kekasihnya, ia kembali kehilangan semangat karena tatapan kasihan yang dilayangkan Davin dan kekasihnya. Bukan karena apa-apa, melainkan karena kata-kata Arin yang ingin membuktikan bahwa ia juga bisa mendaki gunung seperti kekasih Davin.

Keenan yang dari awal menemani dan memberian semua perhatiannya pada Arin mendadak merasakan sesuatu dalam hatinya. Rasa ingin melindungi yang sangat besar. Barulah saat Arin jatuh tergelincir yang bisa membuatnya kehilangan nyawa, Keenan sadar, bahwa ia sudah menyayangi gadis itu. Keenan memberikan semua fokusnya pada Arin yang masih sedikit trauma dengan kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya. Ia memeluk dan menenangkan gadis itu.

Dan saat pendakian itu berakhir, Keenan memberanikan diri untuk mendekari Arin secara terbuka. Mengajaknya nonton, bertamu ke rumahnya yang justru disambut oleh kakaknya Anna. Arin sendiri tampak sedikit menghidar mengingat kakaknya memperlihat sikap bahwa ia menyukai Keenan. Dan pertanyaan yang dulu dilontarkan kakaknya menambah keyakinan Arin.

Kejujuran yang berujung pada pertikaian.

Hubungan yang mendadak renggang.

Pembalasan dendam.

Sikap saling percaya.

Sampai..., penantian!

***

Aku serius suka sama buku ini. SUMPAH! Kayaknya sayang banget aku lepas. Sampai mamaku bilang, jangan lupa makan karena baca si ijo ituuuu..! wkwkwkw.

Okay. Covernya yang hijau itu aku suka bangt. Dari dulu juga kalau dapat cover hijau biasanya adeeeem banget. Apalagi perpaduan warnanya juga manis dan klik banget. Ilustrasi pegunungan dan pohon-pohon juga menambah semarak. Dan wajah seorang gadis dengan rambut panjangnya dengan bunga edelweis membuat covernya jadi lebih hidup. Ilustrasinya lebih mirip gunung helaian rambut itu, atau mungkin memang itu konsepnya? Kurang tahu juga.

Untuk settingnya sendiri dibangun kuat banget. Sampai-sampai saya salut banget sama riset yang dilakukan sehingga menciptakan setting yang begitu hidup dan deskriptif banget. Semuanya digambarkan dengan jelas. Suasana rumah, pegunungan apalagi. Semua detail, keperluan bahkan situasinya dibangun begitu apik menciptakan harmonisasi enak dibaca tapi tidak menggurui.

Pembangunan karakter tokoh juga cukup baik menurut saya. Arin yang anak sekolah punya sikap kayak gitu udah cocok. Anna, Keenan dan yang lainnya yang memang memakai karakter anak kuliahan dan sosok anak pecinta alam itu kayak gimana. Aku cukup detail mengenai anak-anak pecinta alam. Karena menjadi salah satu bagian dari mahasiswa pecinta alam. Bahkan salah satu temannya teman saya sempat meninggal ketika mendaki di salah satu gunung yang nggak terlalu tinggi tapi dikelilingi aura mistsis yag kuat. Sampai-sampai jalanan yang kami lalui yang tadinya hijau, mendadak dalam hitungan detik tertutupi kabut tebal. Well, menurut masyarakat setempat sih katanya pendakian dilarang saat bunyi gong mulai terdengar. Tapi para pendaki tidak mengindahkan hal tersebut.

Eh.., kok saya malah curcol yah..., hiks,, hiks..!

Untuk karakter tokohnya sendiri sudah cukup baik yah menurut saya. Kok baik-baik melulu sih? Yah, mau bilang jelek padahal bagus? Yah, gak lah! Karakter Airin sendiri di sini diimbangi dengan karakter Keenan yang nggak gampang menyerah sekaligus pengertian dan sabar. Menutupi sikap Arin yang justru menjurus dari semua kebalikan sikap Keenan.

Detail-detailnya sendiri dan pesan penulis tersampaikan dengan baik dengan caranya sendiri. Juga bagaimana penulis begitu memperhatikan setiap rincian kecil yang mungkin saja tidak terlalu diperhatikan penulis lain. Dan gaya menulis mbak Nita benar-benar suka banget penyampaiannya.

Pemilihan endingnya juga suka banget.

Aku kasih bintang 4, 6 untuk buku ini.






1 komentar:

afina khoirunnisa mengatakan...

Aku pun suka banget sama buku ini, mau berapa kali dibaca pun ga pernah bosan
Aku beli buku ini sekitar tahun 2011 waktu masih SMA, dan masih di baca sampai sekarang (2020) !!!!
Selalu bersemangat setiap habis baca buku ini, salut sama penulisnya..

Posting Komentar