Pages

Review Fuurin By Ghyna Amanda #seriBluestroberi



Judul                           :  Fuurin
Penulis                         :  Ghyna Amanda
Penyunting                  :  Anida Nurrahmi
Perancang sampul       :  Aulia Annisa
Penata letak                 :  Aldy Akbar & Teguh Tri Erdyan
Penerbit                       :  Ice Cube
Terbit                           :  April 2014
Tebal                           :  vi + 222 hlm.
ISBN                           :  978-979-91-0708-4





Synopsis :

“Rin, namaku Rin. Kamu?”

“Rin? Rin doang?” singkat amat namanya, pikirku spontan.

“Iya, Rin doang, ‘rin rin rin...”

Gadis yang mengaku bernama Rin ini melantunkan namanya dengan nada seperti ia sedang membunyikan sebuah lonceng kecil.

“Artinya lonceng. Lonceng kan bunyinya ‘rin rin rin....”

Kata siapa SMA itu masa paling indah? Buat Gesang, sejak hari pertama kelas sepuluh hidupnya justru jadi penuh masalah. Tidak punya teman sebangku, terpaksa duduk di depan meja guru, belum lagi tuntutan orangtua tak sejalan dengan yang dia mau. Makanya di jam istirahat Gesang lebih memilih menyindiri sambil memainkan piano di aula atas. Di sana, dia bertemu Rin dari kelas dua belas. Tapi siapa, sih, yang mau berteman sama Rin, si anak koruptor yang suka bolos, selingkuh dari pacarnya, dan mengambil uang klub buat foya-foya? Lantas kenapa Gesang rela masuk dalam perangkap yang bahkan tak pernah Rin siapkan untuknya?

***

Gesang. Putra tunggal pemilih rumah sakit Ismaya yang terkenal dengan fasilitasnya yang super mewah. Di tuntut untuk mengikuti jejak ayah dan kakeknya menjadi seroang dokter padalah semua impiannya justru terpaut pada musik dan Paris/Praha.

Rin. Gadis cantik yang di anggap sebagai orang yang harus dijauhi. Cewek populer yang juga antan kapten cheerleaders sekaligus mantan pacar dari ketua klub basket.

Reno. Ketua klub basket yang merupakan cowok keren di sekolah. And...?

Miranda. Anggota team cheerleaders yang suka banget bergosip mengenai Rin. Belakangan diketahui ternyata dia juga adalah kekasih Reno, sang ketua klub basket.

***

Ini adalah kisah Gesang. Seorang putra mahkota dari keluarga konglomerat dan merupakan satu-satunya pewaris dari rumah sakit Ismaya yang terkenal itu. Di mulai sejak prolog cerita. Gesang sedang memandangi sebuah kamar yang dulunnya dihuni oleh seorang gadis yang cukup ia sayangi. Gadis yang selalu membuatnya tertawa dan semangat, dan gadis yang menjadi teman keduanya. Gesang harus meredam rasa perih dihatinya saat ia kembali memandangi kamar itu bersama dengan bunyi fuurin yang tergantung di pintu kamar itu, bersama itu pula, senyum gadis itu selalu bersamanya.

Setelah sempat di rawat di rumah sakit selama seminggu karena terkena demam berdarah yang bertepatan denga masa orientasi siswa baru, Gesang, sang putra mahkota akhirnya masuk sekolah. Gesang termasuk individu yang sangat sulit mendapatkan teman, tentu saja karena suatu alasan. Parahnya lagi, ia mendapatkan kursi tepat di depan meja guru. Tapi itu bukan menjadi masalah besar untuk Gesang. Beberapa hari, ia menjalani hari-harinya dengan membosankan. Hingga pada suatu hari, di lantai paling atas gedung utama sekolah, ia bertemu dengan teman pertamanya, Pino.

Pino, sebuah piano yang mungkin saja sengaja di museumkan di sana. Gesang menemukannya tidak sengaja dan ternyata kondisi piano itu masih sangat bagus. karena orang tuanya melarangnya untuk menyentuh sebuah piano di rumah mereka, Gesang harus menghentikan semua keinginannya hanya untuk mendengar suara dentingan piano itu atau pun merasakan lembut tidaknya tuts-tuts yang ia tekan dan mainkan.

Di saat rindunya tersampaikan setelah memainkan Pino, sebuah tepuk tangan menggema di dalam ruangan sepi yang tadinya hanya di isi oleh Gesang dan benda tak hidup lainnya. Tapi kini, seorang gadis justru ada di sana, memberi apresiasi pada permainan piano Gesang. Kagum dengan permainan piano Gesang, gadis itu meminta laki-laki itu untuk memainkan lagunya sekali lagi. Awalnya Gesang merasa terganggu dengan kehadiran dan celoteh gadis itu, api ia kemudian menurut saja dan memainkan sebuah lagu lagi.

Pertemuannya hari itu hanya sebentar dengan perkelanalan sekilas. Gadis itu bernama Rin. Dan ia menyebutkan namanya seperti sebuah bunyi lonceng angin rin rin rin. Mereka bertemu hampir setiap Gesang mengunjungi Pino, dan perlahan hubungan mereka pun membaik. Gesang sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Rin serta celoteh panjang lebar gadis itu. Hingga ia mulai mendengar pergunjingan tentang sosok Rin.

Miranda adalah orang yang sangat sering menjelek-jelekkan Rin. Mengatakan bahwa gadis itu selingkuh dari Reno dan sering menggelapkan uang klub. Hanya keburukan Rin saja yang dikatakan gadis itu. Gesang merasa gerah mendengar semuanya, terlebih saat kata selingkuh di ucapkan gadis itu, Miranda melirik ke arah Gesang seolah dialah orang itu. Yah! Tentu saja. Gesang adalah orang yang dimaksud Miranda. Setelah itu, teman-temannya yang lain mulai menanyakan perihal hubungannya dengan Rin. Banyak mata yang menyaksikan bahwa keduanya sering menghabiskan waktu di lantai atas gedung utama sekolah. Dan kabar itu dengan cepat merebak bak virus.

Mereka berdua mulai menjalani hari-hari dengan pandangan menyelidik dari orang-orang di sekolah. Dan saat hari itu tiba, Gesang mulai melihat pemandangan lain dari seorang Rin. Gadis itu ditemukan pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya. Itu bukan mimisna biasa, karena darahnya seakan tidak bisa berhenti keluar. Gesang mulai panik dan merasa ada yang tidak beres dengan gadis itu.

Rin belakangan terlihat lebih pucat dan tubuh yang tidak sefit dulu. Tapi ia tetap semangat. Hingga tanpa sengaja gadis itu menyampari Gesang yang tengah berbicara dengan Reno perihal tawaran mantannya untuk mengajak Gesang bergabung. Rin berhasil melewati kecanggungan itu dan menarik Gesang pergi dengan asalan belajar. Yah, setelah diberikan semangat, Rin akhirnya memutuskan untuk berjuang menggapai cita-citanya.

Yah, kenyataan bahwa Rin menderita LLA adalah dari gadis itu sendiri. Kesepakatan surat keterangan dokter yang mengatakan Rin sehat ditukarkan dengan surat eterangan dokter Rin yang asli. Kesepakatan itu memang bukan kesepakatan yang baik, tapi Gesang tetap saja melakukan semuanya. Sebagai gantinya, Rin menceritakan semuanya setelah Gesang memergokinya beberapa kali mimisan tidak wajar dan banyak tissue yang berserakan di kamar Rin yang sudah tidak berwarna putih lagi.

Saat kenyataan mulai terkuak, berbagai kenyataan mulai ditemui Gesang. Apa yang membuat Miranda melakukan semua hal yang menyakiti Rin, apa yang membuat Reno melakukan segala hal yang berbanding terbalik dengan hatinya, dan cita-cita Rin.

***

Untuk covernya, comentnya pasti bagus dong. Fuurin. Warnanya yang cerah dan berani benar-benar warna konsep baru dalam cerita ini. Walaupun ini termasuk sad story, tapi ada sisi semangat dalam novel ini yang benar-benar tertwakili dari covernya ini. ilustrasi-ilustrasinya juga mendukung banget. Mulai dari piano, bola basket, bunga krisan, rumah sakit, buku bahkan sebuah fuurin yang cukup bagus digambarkan dalam cerita. Covernya, berwarna banget menurut aku.

Settingnya, kalau penulisnya kak Ghyna, aku sih nggak ragu kali kalau soal settingnya. Kak Ghyna nih jagonya. Setiap novel yang aku baca pasti settingnya kuat banget, sekuat ceritanya. Jadi nggak ada tumpang tindih antara keduanya. Penggambarang settingnya seperti biasa bagus, well done.

Tata letak isi juga cukup. Ilustrasi dalam buku juga simple banget. Hanya ilustrasi sebuah fuurin. Yang seakan-akan saat kita membuka bab baru, kita selalu disambut oleh deringan lonceng angin itu.

Penggambaran tokohnya di sini yang kayaknya ada sedikit kekurangan. Okelah kalau Gesang sama Rin udah cukup dapat porsi mereka masing-masing. Tapi setidaknya untuk Reno, porsinya sedikit ditambah. Apalagi tidak ada peristiwa yang jelas saat Rin dan Reno putus. Reno di sini mungkin ada porsinya sendiri untuk Rin. Bagaimana dia memandang Rin dari kacamatanya dan bagaimana dia melihat gadis itu dengan segala keanehan yang perlahan diperlihatkannya. Miranda, untuk yang satu ini wajar, sih, ya. Porsinya udah cukup sampai situ aja. Nggak usah ditambah lagi. Jadinya gak nyaman dan gak plong kalau masih ada dia.

Konfliknya. Untuk sebuah sad story, lumayan lah. Tapi lagi-lagi, jika konfliknya hanya berfokus pada penyakit Rin doang, itu akan nggak seru. Tapi di sini, kehadiran Gesang, Reno dan Miranda merubah semua persepsinya. Miranda, Miranda. Sering banget aku sebut nama itu yah? Kenapa? Baca sendiri.

Endingnya. Terlalu terburu-buru. Kayak mainan itu loh yang loncatnya kejauhan nggak ada proses yang benar-benar langsung ke sananya. Tiba-tiba aja. Walaupun di prolog emang udah nerangin gimana endingnya. Tapi tetap, pemilihan endingnya harus lebih hati-hati. Kata Pak bos Edi Akhiles, pemilihan ending itu juga menentukan berhasil tidaknya tulisan kamu.

I give 3,9 star for this book.





2 komentar:

Unknown mengatakan...

Ihii.. Covernya keren menrtku :D
setuju tuh kalo ending keburu-buru gak keren, kaya drama-drama yg endingnya dipaksain

Unknown mengatakan...

tpi kenapa ya kau kok sampek baper bacanya

Posting Komentar