Pages

April Giveaway: An Artist of the Floating World

Ini Adalah Give away dari blog ini April Giveaway: An Artist of the Floating World Semalam aku bertemu kakak cantik Rahma Wulandari, rekan sesama penerjemah. Selain bertukar cerita tentang pengalaman sebagai penerjemah, kami juga bertukar buku terjemahan kami. An Artist of the Floating World adalah terjemahan kesayangan Kak Rahma sebagai penggemar Kazuo Ishiguro. Kabar baiknya, Kak Rahma juga menitipkan 3 eksemplar buku ini untuk dijadikan hadiah giveaway di blogku. Yay! Seperti biasa, syaratnya hanya beralamat di Indonesia dan mengisi Rafflecopter di laman ini. Dua pemenang dipilih secara acak berdasarkan undian Rafflecopter dan 1 pemenang ditentukan berdasarkan jawaban terbaik untuk "Leave a Blog Post Comment". Pemenang akan diumumkan pada 11 April 2013. Apabila pemenang tidak memberikan tanggapan dalam 2x24 jam, pemenang dianggap gugur. Apabila kamu ingin membaca review-review tentang buku ini, klik saja gambar sampul di bawah ini untuk membuka lamannya di Goodreads. Semoga beruntung!

 Judul: An Artist of the Floating World Pengarang: Kazuo Ishiguro Penerjemah: Rahma Wulandari Penerbit: Elex Media Komputindo, 2013 Tebal: 226 halaman Jika pada suatu hari yang cerah, kau mendaki jalan curam ke arah bukit dari jembatan kayu kecil yang dikenal sebagai "Jembatan Keraguan", kau akan mendapati atap rumahku tampak di antara ujung dua pohon gingko. Bahkan, meskipun posisi rumahku tidak terlalu strategis, bangunan itu masih akan tetap mencolok dibandingkan dengan rumah lain di sekitarnya, dan kau akan mendapati dirimu membayangkan sekaya apa pemiliknya. Namun, aku bukan, dan juga tidak pernah, menjadi orang kaya. Aku adalah Masuji Ono, seorang seniman bohemian dan propagandis imperialisme Jepang selama masa perang. Tetapi kini perang telah berakhir dan Jepang kalah. Istri dan putraku terbunuh. Lalu apa yang tersisa padaku?

Mizan dan 1000 Rupiah

 
         Kali saya akan menceritakan sedikit banyak pengalaman saya bersama dengan Mizan. Semuanya dimulai sekitar beberapa tahun yang lalu saat umurku masih 15 tahun. Iseng-iseng ngerjain teman yang lagi asik baca buku waktu itu sampai nangis-nangis. Melihat temanku yang samar kuingat bernama Rani itu sedang asik duduk dikursi pojok kelas. Ia tersenyum sendiri lalu termanyun sendiri. Aku sedikit penasaran, dan ide jail pun muncul. Aku merebut bukunya dan membawanya lari seiring dengan langkah kakiku meninggalkan ruang kelas. Aku tidak mengingat judul bukunya, hanya warna cokelat kekuningannya yg ku ingat. Tanpa sengaja saat itu aku terjatuh dan bukunya jatuh kedalam kubangan air. Rani berdiam diri lalu terlihat setitik air mata di sudut matanya. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu dan berjanji padanya untuk mengganti bukunya dengan yang baru. 
           Aku jelas, menyuruh pamanku mencari buku yang sama persis dipelosok pulau jawa. Sambil menunggu hasil pencarian buku itu, aku mencoba membersihkan buku Rani yang ku jatuhkan tadi. Kulihat logo Mizan dan tulisan Mizan dicover belakang buku. Lalu aku mencoba membacanya lagi dan lagi tanpa bosan. Yang masih ku ingat saat itu adalah kata penyemangat bagi para wanita yang dianggap rendah. Tetap melangkah maju walau kerikil-kerikil tajam menghadang sepanjang perjalanan para wanita pejuang tersebut. Hmm,, alhasil setelah menunggu selama seminggu, buku ganti untuk Rani pun ada. Tapi aku belum sempat mesan juga karena waktu itu ekonomi keluarga aku minim banget. Buku Rani yang sebelumnya jatuh ke kubangan air pun tidak tahu ada dimana. Teman-teman yang meminjam pun tidak berinisiatif untuk mengembalikan. 
          Akhirnya selama 3 tahun terakhir, aku banyak membaca buku Mizan terbitan Bentang Pustaka, Noura dan Plot Point, Mizan juga dong. Mizan mengajariku arti perjuangan, arti kebersamaan. Ada kalanya saat seseorang sama sekali tidak memperhatikannya bagaimana orang lain berusaha untuk mendapatkan uang 1000 rupiah, bagaimana perjuangan seorang anak remaja mengumpulkan uang 1000 rupiah perharinya hanya untuk membeli sebuah buku yang di inginkannya. Dan seperti itu lah aku. Sejak perkenalan pertama ku dengan buku-buku Mizan. Aku seakan mulai menghargai hidupku. Uang 1000 rupiah yang dulunya tidak berarti apa-apa buatku, kini menjadi salah satu nafasku dalam menjalani rana kehidupan yang banyak di isi oleh kerikil-kerikil tajam. Saat itu aku sadar, betapa berharganya uang seribu rupiah untuk aku tabung demi membeli buku-buku Mizan. Hanya untuk Mizan, untuk pertama kalinya aku mulai berkorban dengan waktu. Dengan membaca buku-buku Mizan, aku bisa melihat betapa luasnya dunia ini. Dan betapa luasnya luapan sastra yang tersebar di muka bumi ini. Di Usia Mizan sekarang yang menginjak 30 tahun, aku dengan segenap tulisan sederhana ku mempersembahkan sebuah ucapan-ucapan yang ku ucapkan melalu account SosMed yang ku punya. Entah pihak Mizan melihatnya atau tidak, itu tidaklah masalah. Tersenyum sendiri, menangis sendiri bahkan sempat stress dengan salah satu buku Mizan. Stress karena aku tidak bisa menyelesaikan membaca buku Mizan dalam seminggu, semuanya karena jadwal sekolah yang padat. Tapi aku tetap menghargai setiap waktu yang kulewati bersama buku-buku Mizan. Buku-buku Mizan layaknya sebuah motivasi yang membuat remaja sepertiku bisa lebih menghargai waktu dan hidup. Terima kasih Mizan dan Tetaplah menjadi penerbit yang selalu ku cintai dan ku kenang. 

Tulisan ini di ikut sertakan dalam Sayembara #MizanAndMe

unforgettable moment : Mizan and 1000 rupiah perhari

 MIZAN AND ME <3


Kali saya akan menceritakan sedikit banyak pengalaman saya bersama dengan mizan. Semuanya dimulai sekitar beberapa tahun yang lalu saat umurku masih 15 tahun. Iseng-iseng ngerjain teman yang lagi asik baca buku waktu itu sampai nangis-nangi. Melihat temanku yang samar kuingat bernama Rani itu sedang asik duduk dikursi pojok kelas. Ia tersenyum sendiri lalu termanyun sendiri. Aku sedikit penasaran ide jail pun muncul. Aku merebut bukunya dan membawanya lari seiring dengan langkah kakiku meninggalkan ruang kelas. Aku tidak mengingat judul bukunya hanya warna cokelat kekuningannya yg ku ingat. Tanpa sengaja saat itu aku terjatuh dan bukunya jatuh kedalam kubangan air. Rani berdiam diri lalu terlihat setitik air mata di sudut matanya. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu dan berjanji padanya untuk mengganti bukunya dengan yang baru.
Aku jelas, menyuruh pamanku mencari buku yang sama persis dipelosok pulau jawa. Sambil menunggu hasil pencarian buku itu, aku mencoba membersihkan buku Rani yang ku jatuhkan tadi. Kulihat logo Mizan dan tulisan Mizan dicover belakang buku. Lalu aku mencoba membacanya lagi dan lagi tanpa bosan. Yang masih ku ingat saat itu adalah kata penyemangat bagi para wanita yang dianggap rendah. Tetap melangkah maju walau kerikil-kerikil tajam menghadang sepanjang perjalanan para wanita pejuang tersebut.
Hmm,, alhasil setelah menunggu selama seminggu, buku ganti untuk Rani pun ada. Tapi aku belum sempat mesan juga karena waktu itu ekonomi keluarga aku minim banget. Buku rani yang sebelumnya jatuh ke kubangan air pun tidak tahu ada dimana. Teman-teman yang meminjam pun tidak berinisiatif untuk mengembalikan. Akhirnya selama 3 tahun terakhir, aku banyak membaca buku Mizan terbitan Bentang Pustaka, Noura dan Plot Point, Mizan juga dong. Mizan mengajariku arti perjuangan, arti kebersamaan dan betapa berharganya uang seribu rupiah untuk aku tabung demi membeli buku-buku Mizan.

"Kuis Seven Days by. Rhein Fathia"


Seven Days by. Rhein Fathia. 1st Winner of Novel Qanita Romance CompetitionNah, kuisnya cukup jawab pertanyaan:
"Anggap ada yang mau bayarin kamu jalan-jalan ke mana aja, nggak peduli berapa biayanya. Kamu diberi waktu selama TUJUH HARI dan haarus mengajak SATU orang saja. Ke mana kamu akan pergi traveling, sama siapa, dan apa alasannya?"
Saat ditanya seperti itu, mungkin seseorang yang menduduki posisi pertama adalah mama dan papa. Tapi karena disini hanya satu orang, jadi aku tidak bisa memilih mereka. Jadi hanya tersisa satu kandidat terakhir, seseorang yang telah menolongku saat aku hampir saja tenggelam.


Saya sebagai wanita muslim pastinya ingin menginjak Tanah Suci Mekkah, tapi rasanya waktunya sempit banget. Jadi saya memilih Persia, dan saya ingin mengajak kakak ku tercinta "Anthy". Alasannya, karena saya dan kakak sangat menyukai arsitektur dan begitu mengagumi keindahan budaya Arab, baik itu kesenian maupun keindahan kota yang ditawarkan. Bisa dibilang kami tidak jauh berbeda, kami berdua suka sejarah dan mencintai arsitektur sejarah. Dan satu lagi, karena disana kami bisa mendengar suara-suara yang menakjubkan. Saya ingin mempunyai kenangan manis dengan kakak saya yang selama ini telah melindungi saya dan menyelamatkan saya dari sebuah tragedi yang hampir saja merenggut nyawa saya.

Jadi, mungkin seperti inilah jadwal kami (saya dan kakak) selama tujuh hari di Persia.

Hari Pertama

Karena sejak dulu kakak suka banget sama bangunan sejarah, jadi saya akan mengajak kakak ke Reruntuhan Persepolis. Sejak 1979, Persepolis telah menjadi situs warisan dunia UNESCO. Pengen banget liat kakak bahagia karena akhirnya bisa melihat sendiri gerbang Persepolis yang biasanya dilihat dari gambar saja.



































Hari Kedua
Hari kedua kami akan mengunjungi Bagh-e Ferdows. Atau mungkin sebagian orang lebih akrab dengan nama Museum Film Teheran. Yah, namanya pecinta sejarah pasti harus ke museum dong. Itu hukumnya wajib, udah kayak Sholat. Tapi ini bukan museum yang nampung fosil atau yang biasanya ada di museum. Museum ini dilengkapi perpustakaan, teater fil. dan dark room. Dark room biasanya untuk para seniman yang ingin meresapi karya-karya pendahulunya.


Hari Ketiga
Hari Ketiga, saya akan mengajak kakak untuk mengunjungi Makam Imam Ali Reza di Mashhad. Salah satu tempat yang semestinya kita kunjungi. Sebenarnya alasannya adalah karena kubah emasnya itu dan lagi-lagi keindahan arsitekturnya.


Hari Keempat-Keenam
Wah, ini hari yang saya tunggu. Sebelumnya saya sempat mengemukakan alasan kenapa saya memilih Persia, yaitu karena di Persia saya bisa mendengar suara-suara yang menakjubkan. Dimana lagi kalau bukan di Mausoleum penyair. Di Mausoleum inilah para penyair bersyair indah dengan puisi-puisi dan berjuta kata yang penuh makna. 

Yang pertama adalah Mausoleum Hafiz. Saya ingin membuat kakak terpesona dengan untaian kata yang diucapkan para penyair tersebut.


Lalu menuju ke Mausoleum Ibnu Sina, dimana tempat itu juga sekaligus menjadi makam Ibnu Sina.

Dan My favorite, Mausoleum Saadi. Disini didominasi warna favorite aku, biru. Ah... dan kakak juga suka bunga, jadi tmpat ini pas untuk istirahat sejenak.


Dan selanjutnya Mausoleum Attar yang sekali lagi menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan dengan nuansa  warna biru langit.



Dan selanjutnya, Mausoleum Ferdowsi.


And finally, Mausoleum Khayyam. Mausoleum penyair terakhir yang ingin saya kunjungi bersama kakak ku.


Hari Ketujuh>>> Hari Terakhir.
Rasanya sedih juga secepat ini udah harus balik. Sebelum menuju ke Bandara, Saya dan kakak harus mampir dulu ke Masjid Goharsyad. Ini adalah tempat yang akan kami kunjungi juga pada hari ketiga. Salah satu Masjid yang akan kami lewati saat menuju Bandara. Sholat dan Ber'doa demi keselamatan dan kelancaran kepulangan kami ketanah air.



"Sejarah adalah siklus puisi yang ditulis oleh waktu pada kenangan manusia"
Alasan yang paling utama adalah saya ingin memberikan kado kecil untuknya sebelum pernikahannya kelak. Karna kelak jika kakak sudah menikah, ia akan disibukkan dengan kehidupan barunya. Dan saya berharap secuil kenangan tercipta dalam perjalanan kami yang penuh nuansa romantika Persia bersama dengan Penyair dengan bahasanya yang menggugah hati.


Rhein Fathiah Blog
http://www.rheinfathia.com

Rhein Fathiah Fanspage
http://www.facebook.com/RheinFathiaWriter