Pages

Review Memento Mori By Far Choinice





Judul                           :  Memento Mori
Penulis                         :  Far Choinice
Penyunting                  :  Jarot Setyaji
Penyunting akhir         :  Irfan Rouf
Proofreader                 :  Sudarma. S
Ilustrasi isi                   :  Indra Fauzi
Desain cover               :  Indra Fauzi
Penata letak                 :  Dipa
Penerbit                       :  Mediakita
Terbit                           :  Juni 2014
Tebal                           :  vi + 174
ISBN                           :  978-979-794-462-9





Blurb:

Teror dua tahun yang lalu datang menghantui Ayumi. Bahkan, lebih mengerikan dari sebelumnya. Terlebih lagi, nyawa dua orang yang paling ia sayangi menjadi taruhannya!

Kini, tak ada cara lain bagi Ayumi selain mencari kepingan memori masa lalunya dan membukanya, untuk menyingkap kenyataan peristiwa menyedihkan dua tahun yang lalu itu.

“Seperti apa kalian katakan padaku dulu... seperti apa yang selalu kalian katakan sebagai slogan kalian. Memento mori....”

***

Ayumi. Gadis cantik yang merasa sedikit aneh dengan hidupnya. Setelah kecelakaan dua tahun yang lalu, ingatan yang hilang belum juga kembali.

Sena. Sahabat baik Ayumi. Ia sering sekali menggoda Ayumi jika kejahilannya mencapai taraf ubun-ubun. Dan dia pun juga kena imbasnya.

Bintang. Cowok keren yang mendadak menelisik masuk ke kehidupan Ayumi. Membawa tawa sekaligus kengerian untuk Ayumi.

***

Suasana riuh yang berasal dari gemuruh di langit gelap dengan sambaran petir menemani perjalanan dua gadis yang sedang ketakutan di dalam mobil. Salah dari mereka benar-benar terlihat ketakutan dan satunya lagi berusaha tetap tenang di balik kemudi. Semuanya bukan tanpa alasan. Sesuatu seakan terus mengikuti mereka. Sesuatu yang jelas mereka ketahui itu apa. Dan semuanya menjadi saksi bisu atas kecelakaan yang menimpa kedua gadis itu. Termasuk sesosok bayangan yang menatap semuanya dalam diam. Dan perlahan, sudut bibirnya tertarik keatas membentuk sebuah senyuman.

Ayumi mulai merasa sedikit jengah mengingat ingatannya yang tak kunjung kembali. Hanya satu kata yang selalu ia ingat, memento mori, dan ia juga tidak tahu maksud dari kata itu. Suasana saat itu adalah suasana perkuliahan yang pastinya menjadi hari kemerdekaan Sena dan Ayumi setelah melalui tahap Ospek. Yah, karena sekarang mereka sudah menjadi mahasiswa seutuhnya. Tapi hari itu juga, adalah hari pertama bayangan itu mengantuinya. Sesosok gadis dengan rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya dengan darah yang masih menetes di sana. Sebelum itu, ia sempat bertemu dengan seorang cowok yang salh masuk kamar mandi. Dan penampakan itu terjadi setelahnya yang membuat Ayumi histeris sendirian sampai ia berhasil kabur dari sana.

Tidak berniat menimbulkan suasana riuh di kampus, Ayumi berniat untuk menyembunyikannya sementara waktu. Dan mungkin saja, itu hanya ilusinya karena terlalu banyak memikirkan Aura. Yah! Aura. Dia adalah saudara kembar Ayumi yang meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan mobil. Saat itu hanya Ayumi yang selamat. Itupun, dia sempat terbaring koma selama dua bulan yang menyebabkannya menderita amnesia parsial. Sebagian  ingatannya lenyap. Dan  ia tidak ingat sebagian kecil kejadian sebelum dan saat kecelakaan itu terjadi.

Peringatan dua tahun meninggalnya Aura sempat tidak digubris Ayumi. Bukan karena apa, ia hanya merasa bersalah mengenai kecelakaan saat itu. Ayumi merasa semuanya adalah kesalahannya. Hanya saja ingatannya yang hilang itu menghambat semuanya. Dan sebagai penebusan kelalaian Ayumi, gadis itu membawa mawar putih ke makam Aura. Gadis itu sangat menyukai mawar putih. Tapi lagi-lagi, alam seakan tidak berpihak padanya. Langit yang cerah mendadak menjadi gelap di sertai sambaran petir yang menggelegar. Ayumi berusaha mencari tempat berteduh. Tapi lagi-lagi..., sosok yang ia temui di toilet kampus saat itu kini berdiri di seberang jalan. Masih dengan wajah yang sama dan ekspresi yang sama. Ia menatap tajam ke arah Ayumi dan sukses membuat gadis itu berdiri terpaku di jalan. Dan saat itu terjadi, sebuah mobil melaju dengan cepat ke arahnya.

Seseorang yang hampir saja menabraknya itu adalah laki-laki yang ditemuinya di toilet waktu itu. Dan namanya Bintang. Yah! Setelah kejadian ;hampir menabrak’ itu, Bintang sering menyampari Ayumi di kampus. Sering mengajak gadis itu untuk makan malam atau sekedar jalan-jalan menghilangkan penat. Tetapi, saat Ayumi menyebut soal Aura adalah saudara kembarnya, Bintang terlihat sedikit aneh. Raut mukanya tidak seperti biasanya, tapi itu hanya sebentar, karena setelah itu, raut mukanya kembali normal.

Kecelakaan dua tahun silam itu adalah sebuah kesengajaan. Bukan kecelakaan murni. Setelah penyelidikan dilakukan, ternyata ada yang sengaja memotong kabel rem mobil Aura dan Ayumi. Dan sampai saat ini, pelakunya belum dipastikan siapa orangnya. Di sisi lain, sosok itu sering kali meneror Ayumi. Baik itu di kamarnya sendiri, di dalam mimpi, bahkan ia juga meneror Sena, sahabat Ayumi yang sukses membuat gadis itu pingsan dan menjerit ketakutan.

Tapi, kejadian aneh lain juga Ayumi rasakan saat ia dan Bintang main ke Dufan. Seorang gadis manekin yang berdiri di tengah kerumunan orang itu menatapnya Tajam juga pada Bintang. Dan dia mengucapkan kata yang sama seperti yang Ayumi temukan di buku catatan kecil Aura memento mori.

Teror hantu perempuan itu dengan rambut yang menutupi sebagian wajahnya terus berlanjut. Bahkan kini, membahayakan mama dan juga sahabat Ayumi, Sena.

Dan juga, Bintang terlihat sedikit aneh. Itu adalah menurut penglihatan Ayumi.

Dan saat perlahan semuanya mulai terkuak, sebuah rahasia besar muncul di permukaan.

Siapa gadis dengan rambut yang menutupi sebagian wajahnya yang meneror Ayumi dan Sena.

Siapa gadis manekin yang menyuruh Ayumi untuk menjauhi Bintang.

Dan bagaimana masa lalu kembali menghantui Ayumi dan membawanya pada sebuah pengorbanan besar untuk hidupnya? Keluar dari raganya?

***

Pertama dan seterusnya, terima kasih lagi buat kak Farida yang lagi-lagi mempercayakan  kami untuk me-review bukunya. Dan terima kasih  untuk buntelannya. J

Covernya, cukup seram yah. Namanya juga novel horor. Pas review sekarang pun aku nutupi novelnya pake novel lain supaya sketsawajah ceweknya nggak kelihatan mandangin aku. Tapi warna dark untuk covernya memang udah cocok banget sama konsep cerita yang di tawarkan. Ilustrasi wajah perempuan dibagian atas yang tampak biasa dengan ilustrasi sebuah senyuman dengan darah di pipi pas banget sama ceritanya. Hihihi, yang penasaran buruan baca deh, yah.

Pemilihan settingnya sendiri juga cukup kuat. Kekuatan ceritanya sebenarnya masih bisa dibuat serem. Hehehe,,, bukannya saya biasa bikin cerita seram yah. Cuman, udah pernah baca yang lebih bikin bulu kudur meremang gitu. Yang sukses bikin aku nggak tidur di kamar sendiri selama 2 minggu. Tapi bagus sih, Cuma kadar horrornya masih mau ditambah lagi. Kebetulan, saya juga pecinta yang berbau horror. Suasananya juga dibuat mencekam udah cocok.

Tata letak isinya, lumayan buat betah baca lah. Nggak bikin harus geleng-geleng dulu buat nikmatinnya, hehehe

Pembagian dan karakter tokohnya sendiri, ini yang aku suka. karakter Bintang walaupun bisa ditebak, tapi justru berhasil ngundang pembaca baca sampai akhir. Sebagai pembaca dugaan demi dugaan ada yang benar dan ada yang salah. Dan saya keliru untuk satu hal terakhir tentang Bintang. Untuk Ayumi, cukup bisa menguasai perannya hingga Aura yang diduga macam-macam. Sena yang serba nggak percaya pada awalnya. Yah, semuanya dalam kadar yang pas. Gula pas, kopi pas.

Konflik. Pembalasan dendam. Itu sudah terlihat jelas. Tapi motifnya dulu yang harus kita ketahui. Dan yah, awalnya mungkin karena apa, dan eh..., jawabannya justru yang ini. pokoknya ada bagian yang sukses bikin aku ketawa dan senyum-senyum sendiri plus meringkuk di balik selimut sendiri.

Endingnya, “Gue kembali hidup.”

Aku kasih 4 bintang untuk buku mbak yang horror ini.





1 komentar:

Mongande mengatakan...

Thanks bgt ya reviewnya, aku juga pencinta hal yang berbau horror nih,,,
btw, mnurut mimin novel ap yang palling serrem? smpe gg tidur tidur? :D

Posting Komentar