Pages

Review Novel Papua Berkisah By Swastika Nohara


                                    Judul                          : Papua Berkisah

                                    Penulis                       : Swastika Nohara

                                    Penyunting                 :  Stanley v.d Meulen

                                    Penyelaras akhir         :  Andri Agus Fabianto

                                    Penata letak               :  Erina puspitasari

                                    Pendesain sampul       :  Larung

                                    Penerbit                     :  Loveable

                                    Terbit                         :  Januari  2014

                                    Tebal                          :  ii + 210 hlm

                                    ISBN                         :  978-602-7689-70-1




Sinopsis  :

 Evaline Maria Tibul, gadis berusia 21 tahun. Terlahir dengan kulit gelap 
dan rambut kribo. Sebab, orangtuanya asal Papua. Eva kini merasa lebih trendi dengan 
 rambut lurus hasil rebonding di salon. Seperti gadis muda di Jakarta pada umumnya, Eva 
selalu mengikuti tren fashion terbaru, meski gajinya sebagai kasir sebuah minimarket 
masih sebatas upah minimum provinsi. Eva sudah sangat senang dengan kehidupan yang 
dijalaninya saat ini.

Namun, kehidupan Eva mulai berubah ketika bapaknya, Saulus, mengajak Eva pulang ke
 tanah kelahirannya, Papua, sepeninggal istrinya. Dan Eva, terpaksa menerima ajakannya ayah-
nya. Walaupun harus melepas pekerjaannya yang saat itu dirinya sedang dipromosikan. 
Padahal, ia sudah menolak mentah-mentah ajakan bapaknya. Baginya, ia sudah menjadi 
bagian dari Jakarta. Dan ia berjanji dalam dirinya, tanpa diketahui oleh bapaknya, kalau dia 
akan sementara saja di Papua.

Dalam perjalanan menuju Papua, amarah, egois, sedih, tawa, ketakutan, dan kejadian 
aneh dialami oleh Eva. Mulai pengkhianatan sang pacar yang berhubungan dengan saha-
bat terbaiknya, konflik dengan sang ayah, ditipu oleh pria yang baru saja dikenal Eva 
saat di perjalanan, pertama kalinya diajak ke warung remang-remang, hingga tertinggal 
kapal di Nabire, padahal ia harus ke Pelabuhan Jayapura dengan bapaknya. 

Apakah, Eva akan menyusul bapaknya? Mencintai Papua dan tinggal 
di sana. Apakah ia akan mendapatkan cinta sejatinya pada seorang beberapa pria yang 
dikenalnya sepanjang perjalanan? Atau justru, Eva memilih balik ke Jakarta. Menjalani 
kehidupannya seperti biasa? Kau temukan jawabannya di sini.

***
 Eva. Seorang perempuan keturunan Wamena, Papua. Walaupun keturunan Papua, ia sama sekali tidak pernah menginjak tanah kelahiran orangtuanya itu. Karena sejak lahir, ia tinggal di Jakarta dan menjalani hidupnya layaknya anak-anak kota Jakarta. Ia bekerja di salah satu minimarket dan terpilih sebagai karyawan teladan bulan itu.

Saulus. Ayah Eva yang memutuskan untuk kembali ke Wamena setelah kepergian istri yang sangat ia cintai untuk selama-lamanya.

***

Cerita ini di awali dengan suasana riuh yang mulai tercipta kala Persija bertanding melawan Sriwijaya FC. Eva, yang tercatat sebagai sala satu Jak Angels mempunyai kewajiban untuk selalu hadir dalam setiap pertandingan klub bola kesayangannya.

Namun, suasana itu tak lagi sama setelah Eva mendapat telpon dari Frans. Pria itu mengabari Eva bahwa kondisi ibunya sedang kritis. Dan di tengah keseruan pertandingan bola itu, Eva pamit pada teman-temannya. Eva terus mencoba menghubungi ayahnya yang sejak tadi tidak mengangkat telponnya.

Mengabaikan situasi pelik itu, Eva memutuskan untuk ke rumah sakit terlebih dahulu. Dan baru saja tiba di sana, ibunya tidak bisa bertahan lama. Lisa-ibunya, menghembuskan nafas terakhirnya setelah menyebut nama Maria.

Babak baru kehidupan mulai menyapa Eva dan ayahnya. Mengikuti keinginan sang istri, Saulus memutuskan untuk kembali ke kampung halamannnya di Wamena. Puluhan tahun sudah ia meninggalkan tanah kelahirannya setelah mengajak Lisa lari bersamanya ke tanah Jawa. Saulus pun mengajak Eva bersamanya yang tidak mendapat sambutan baik dari putrinya itu. Baru saja Eva di promosikan untuk naik jabatan, ayahnya memintanya untuk ikut pulang bersamanya ke Wamena. Dan juga harus meninggalkan kehidupannya di Jakarta?

Perjalanan itu tidaklah mudah. Saulus harus meyakinkan Eva berulang kali agar mau ikut bersamanya. Dan setelah memutuskan semuanya, Eva dan Saulus akhirnya meninggalkan rumah mungil yang menyimpan berjuta kenangan bersama dengan wanita yang sangat berharga untuk mereka, Lisa.

Kepergiannya itu diringin berbagai rasa yang berkecamuk dalam dadanya. Mulai dari pengkhianatan sang kekasih, ditipu orang, konflik yang tidak kunjung habis dengan ayahnya dan ketinggalan kapal di Nabire.

***

 Membaca novel ini benar-benar seperti aku mengalami sendiri setiap kejadiannya. Desain sampul yang menarik serta tatal letak buku membuat saya nyaman melihatnya. Tema yang diangkat juga cukup menarik untuk dibaca kalangan anak muda jaman sekarang. Ini seperti pengajaran untuk mencintai tanah kelahiran kita sendiri. Tapi kebanyakan anak muda sekarang justru lebih memilih untuk tinggal di kota daripada hidup susah di daerah terpencil dan tidak berkembang layaknya kota-kota besar seperti Jakarta.

Mbak Tika menyusun konfliknya begitu apik. Saya saja membacanya sampai nggak bosan-bosan. Karena memang ada jeda untuk konflik yang satu dan yang lainnya. Penuturan yang dipakai mbak Tika juga cukup menyenangkan. Nggak berusaha untuk memakai diksi yang berkelok-kelok yang bikin pembaca jadi bingung. Intinya, bacanya juga ngalir aja.

Tapi, aku sedikit terganggu saking banyaknya typo yang bertebaran dibuku ini. Typonya makin banyak saja pas di akhir-akhir cerita. Mungkin satu dua typo bisa dimaklumi, tapi kalau typonya kebanyakan, nggak enak juga baca dan liatnya.

Ini juga ni, yang paling fatal. 

Eva mulai terusik sedikit rasa ingin tahunya tentang tanahPapua, terutama Wamena, tempat kedua orangtuanya berasal. - hlm. 119

Sejumlah penumpangyangakanturundikotaNabiretelahmemberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi penumpang lain yang naik dari pelabuhan Nabire. - hlm. 171

Untuk halaman 171 itu lebih dari fatal. Nggak ada spasinya sama sekali. Masih ada juga sih yang lainnya, tapi sama aja kayak halaman 119. Mungkin itu perlu di perhatikan lagi. Satu dua kata tanpa spasi, mungkin bisa di tolerir, tapi kalau kalimat itu nggak ada spasi, nggak enak bacanya. Liatnya juga agak gimanaaaa, gitu.

Tapi, overall, aku nilai buku ini bukan dari segi itunya sih. Lebih dari isi dan pesan yang coba penulis sampaikan pada pembaca aja. Aku suka, sih, sama bukunya. Jadinya pengen berburu buku Loveable yang lain. Tapi masih ada satu buku yang ada di timbunan.

Aku kasih bintang 4 untuk bukunya yang berhasil ngajarin banyak hal.

 
Teruslah membaca dan lihatlah dunia dari sudut pandangmu sendiri. See ya,... ^_^





2 komentar:

Anonim mengatakan...

Terima kasih, sudah membaca Papua Berkisah :)
Soal spasi antar kata yang mepet itu karena layout memaksa agar rata margin kanan dan kiri, jadinya gitu deh. Mungkin lebih baik rata margin kiri saja, mungkin. Soal typo, aku perlu cek lagi dg penerbit versi yg dicetak apakah yg sudah dibetulkan typonya atau belum :)

frezy mengatakan...

Lek-lek kali bukunya..parlek jakarta..gua anak Aremania satu hati dngn Jak Mania..cerita LoL

Posting Komentar