Kali saya akan menceritakan sedikit banyak pengalaman saya bersama dengan Mizan. Semuanya dimulai sekitar beberapa tahun yang lalu saat umurku masih 15 tahun. Iseng-iseng ngerjain teman yang lagi asik baca buku waktu itu sampai nangis-nangis. Melihat temanku yang samar kuingat bernama Rani itu sedang asik duduk dikursi pojok kelas. Ia tersenyum sendiri lalu termanyun sendiri. Aku sedikit penasaran, dan ide jail pun muncul. Aku merebut bukunya dan membawanya lari seiring dengan langkah kakiku meninggalkan ruang kelas. Aku tidak mengingat judul bukunya, hanya warna cokelat kekuningannya yg ku ingat. Tanpa sengaja saat itu aku terjatuh dan bukunya jatuh kedalam kubangan air. Rani berdiam diri lalu terlihat setitik air mata di sudut matanya. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu dan berjanji padanya untuk mengganti bukunya dengan yang baru.
Aku jelas, menyuruh pamanku mencari buku yang sama persis dipelosok pulau jawa. Sambil menunggu hasil pencarian buku itu, aku mencoba membersihkan buku Rani yang ku jatuhkan tadi. Kulihat logo Mizan dan tulisan Mizan dicover belakang buku. Lalu aku mencoba membacanya lagi dan lagi tanpa bosan. Yang masih ku ingat saat itu adalah kata penyemangat bagi para wanita yang dianggap rendah. Tetap melangkah maju walau kerikil-kerikil tajam menghadang sepanjang perjalanan para wanita pejuang tersebut.
Hmm,, alhasil setelah menunggu selama seminggu, buku ganti untuk Rani pun ada. Tapi aku belum sempat mesan juga karena waktu itu ekonomi keluarga aku minim banget. Buku Rani yang sebelumnya jatuh ke kubangan air pun tidak tahu ada dimana. Teman-teman yang meminjam pun tidak berinisiatif untuk mengembalikan.
Akhirnya selama 3 tahun terakhir, aku banyak membaca buku Mizan terbitan Bentang Pustaka, Noura dan Plot Point, Mizan juga dong. Mizan mengajariku arti perjuangan, arti kebersamaan. Ada kalanya saat seseorang sama sekali tidak memperhatikannya bagaimana orang lain berusaha untuk mendapatkan uang 1000 rupiah, bagaimana perjuangan seorang anak remaja mengumpulkan uang 1000 rupiah perharinya hanya untuk membeli sebuah buku yang di inginkannya. Dan seperti itu lah aku. Sejak perkenalan pertama ku dengan buku-buku Mizan. Aku seakan mulai menghargai hidupku. Uang 1000 rupiah yang dulunya tidak berarti apa-apa buatku, kini menjadi salah satu nafasku dalam menjalani rana kehidupan yang banyak di isi oleh kerikil-kerikil tajam. Saat itu aku sadar, betapa berharganya uang seribu rupiah untuk aku tabung demi membeli buku-buku Mizan. Hanya untuk Mizan, untuk pertama kalinya aku mulai berkorban dengan waktu. Dengan membaca buku-buku Mizan, aku bisa melihat betapa luasnya dunia ini. Dan betapa luasnya luapan sastra yang tersebar di muka bumi ini.
Di Usia Mizan sekarang yang menginjak 30 tahun, aku dengan segenap tulisan sederhana ku mempersembahkan sebuah ucapan-ucapan yang ku ucapkan melalu account SosMed yang ku punya. Entah pihak Mizan melihatnya atau tidak, itu tidaklah masalah. Tersenyum sendiri, menangis sendiri bahkan sempat stress dengan salah satu buku Mizan. Stress karena aku tidak bisa menyelesaikan membaca buku Mizan dalam seminggu, semuanya karena jadwal sekolah yang padat. Tapi aku tetap menghargai setiap waktu yang kulewati bersama buku-buku Mizan. Buku-buku Mizan layaknya sebuah motivasi yang membuat remaja sepertiku bisa lebih menghargai waktu dan hidup. Terima kasih Mizan dan Tetaplah menjadi penerbit yang selalu ku cintai dan ku kenang.
Tulisan ini di ikut sertakan dalam Sayembara #MizanAndMe
Tulisan ini di ikut sertakan dalam Sayembara #MizanAndMe
2 komentar:
sebuah tulisan yang mengharukan... memberikan setitik pencerahan dari sebuah buku dan belajar untuk mensyukuri semuanya.... 1000 rupiah, suatu pengorbanan yang tidak biasa
sebuah pertemuan yang ditakdirkan. dari sebuah kejahilan bertemu dengan sesuatu yang mengajarkannya arti perjuangan dan kesederhanaan. menghargai dan mensyukuri. sungguh sesuatu yang cukup mengesankan
Posting Komentar